Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga pnulis bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul.” Kumpulan Kursus Kebidanan Komunitas”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Askeb V.
Dalam penulisan makalah ini penulis tidak luput dari dorongan dan bantuan dari semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, ini dikarenakan keterbatasan penulis dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu untuk penyempurnaan makalah ini penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang membangun untuk pembuatan makalah berikutnyaBAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus kematian ibu, aborsi, gizi buruk, seks pra nikah dan kematian bayi merupakan masalah kesehatan yang sering dihadapi oleh bidan komunitas yang masalah tersebut sering ditemukan di masyarakat yang biasanya diawasi atau ditandai dengan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, kejadian seperti kasus-kasus yang telah disebutkan diatas pada dasarnya sangat berhubungan erat dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengurus kesehatan sehingga masyarakat kadang sering menganggap hal terebut sepele padahal sebenarnya hal tersebut sangat penting.
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia pun sangat tinggi, hal tersebut juga sebenarnya bisa saja diakibatkan karena kurang tanggapnya tenaga kesehatan terhadap kasus tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
· Apa saja kasus yang sering ditemukan di bidan komunitas ?
· Bagaimana kematian ibu dan kasus aborsi bisa terjadi ?
· Apakah kasus gizi buruk dan seks pra nikah di kalangan remaja bisa diatasi ?
1.1 Tujuan
· Mengetahui kasus-kasus yang sering ditemukan di bidan komunitas.
· Mengetahui penyebab kematian ibu dan kasus aborsi.
· Mengetahui cara penanganan kasus gizi buruk dan seks pra nikah di kalangan remaja.
BAB II
ISI
2.1 Kasus Gizi Buruk Pada Anak
Seorang penderita gizi buruk dari Kecamatan Girimulyo bahkan sampai harus dilarikan ke RSUD Wates karena kondisi tubuhnya terus melemah. Sejak Jum’at pekan lalu, Aan Nugroho (5), warga Dusun Ngesong, Desa Purwosari, dirawaat di ruang isolasi Bangsal Cempaka RSUD Waates karena sakit demam dan berat tubuhnya hanya 9,2 kilogram.
Tidak hanya itu, Aan juga menderita sariawan akut yang menyebar di bibir hingga rongga dalam mulut. Staf perawat RSUD Wates Yogo mengatakan sariawan itu membuat Aan sulit makan. Kami juga sudah berupaya memberi makan pasien dengan memasang selang melalui hidung. Akan tetapi pasien terus melawan, sehingga saat ini pemenuhan nutrisinya murni mengandalkan cairan infus, kata Yogo.
Ayah Aan, Parjoyo (40), mengaku tidak mampu memenuhi gizi anaknya karena pendapatannya sebagai pemulung sampah sangat tidak mencukupi. Sehari-hari, Parjiyo hanya mendapat uang kurang dari Rp 10.000. uang itu hanya cukup untuk membeli nasi dan sayur dengan lauk seadany. Parjiyo dan Aan pun hanya makan 1 – 2 kali sehari.
Direktur RSUD Wates Bambang Haryatno menjamin seluruh biaya perawatan Aan hingga ia sembuh. Menurut Bambang, ia akan menggunakan dana dari pos pembiayaan pasien miskin yang tidak terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan masyarakat. Tahun 2009, pemerintah daerah menganggarkan Rp 600 juta dalam APBD untuk pos tersebut.
Dinas Kesehatan Kulon Progo mencatat sepanjang tahun 2008, dari jumlah 28.852 anak berusia di bawah lima tahun, sebanyak 704 diantaranya menderita kekurangan gizi. Kepala Dinas Kesehatan Lestryono mengatakan pihaknya sudah berusaha mengantisipasi peningkatan jumlah penderita gizi buruk dengan mengintensifkan makanan tambahan melalui posyandu-posyaandu di setiap dusun.
Penanganan kasus giziburuk atau kekurangan gizi, lanjut Lestaryono, harus dilakukan bertahap. Sebab, bisa jadi gizi buruk merupakan akibatr dari penyakit lain yang diidap oleh anak tersebut. Jika benar demikian, maka penyakit itu harus disembuhkan terlebih dahulu, baru kemudian anak diberikan makanan yang bergizi cukup dan seimbang.
Faktor kemiskinan keluarga juga berpengaruh. Namun, apabila orang tua memiliki pengetahuan yang cukup akan cara pemenuhan gizi anak dari berbagai sumber makanan yang ada di lingkungan sekitar rumahnya, maka anak akan terhindar dari ancaman gizi buruk, kata Lestaryono.KOMENTAR
Kasus gizi buruk yang menimpa seorang bocah yang bernama Aan Nugroho (5) sangat menghawatirkan karena selain ia mengalami gizi buruk ia juga menderita sariawan akut yang menyebar di bibir hingga rongga dalam mulut, kasus gizi burukj juga dapat disebabkan karena faktor kemiskinan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki orang tua mengenai kebutuhan gizi yang diperlukan oleh anaknya. Ayah Aan, Parjiyo (40) hanyalah seorang pemulung sampah yang pendapatannya tidak seberapa dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya. Penanganan kasus gizi buruk ini harus dilakukan secara bertahap dan harus benar-benar diperhatikan karena kasus gizi buruk ini dapat menyebabkan kematian.
Penanganan ksus gizi buruk sudah mendapatkan perhatian dari Dinas Kesehatan misalnya dengan cara pemberian makanan tambahan tapi hal itu tidak bisa 100% menurunkan penderita gizi buruk karena sekalipun hal tersebut dilaksanakan secara rutin tetapi para orang tua tidak mengerti mengenai kebutuhan gizi anaknya maka penderita gizi buruk tidak akan berkurang. Gizi buruk bisa saja dicegah dengan cara memberikan penyuluhan kepada orang tua mengenai kebutuhan gizi dan cara memanfaatkan makanan yang ada di sekitar rumahnya, karena makanan bergizi itu tidak semuanya mahal.
2.1 Kasus Kematian Bayi
Meulaboh – Bayi perempuan seberat 2,8 kilogram (kg), Kamis (19/3) sekitar pukul 16.0 WIB meninggal dalam kandungan ibunya, setelah dilakukan operasi oleh tim medis RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, Aceh Barat.
Ibu korban bernama Nur Hayen (39), warga desa Simpang Peueut, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nangan Raya, sebetulnya telah berada di rumah sakit tersebut sejak Rabu lalu kondisinya sudah gawat dan ingin melahirkan secara normal itu diplot petugas medis RSUD Cut Nyak Dhien supaya melahirkan pada Kamis (18/) tanpa alasan yang jelas. Akibatnya, sang ibu yang sudah ngedan-ngedan itu harus rela menahan sakit selama satu malam sebelum di operasi.
Jamalul Ade TA Wahab (40), ayah bayi tersebut, warga desa Simpang Peueut, Kecamatan Kuala, Nangan Raya, Jum’at (20/3) mengklaim bahwa kematian bayinya dalam rahim istrinya akibat ditelantarkan pihak rumah sakit. “Saat tiba di rumah sakit istri saya sama sekali tak mendapatkan penanganan serius, kecuali diberi infus,” tukasnya.
Padahal, katanya, saat pertama kali masuk ke RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, istrinya yang sedang kritis minta supaya segera melahirkan secara normal. “Bahkan saat istri saya menjerit sakit, petugas medis seolah tak peduli, kecuali hanya memberi infus tanpa memberikan kepastian kapan bersalinnya,” tukas Jamalul.
Ketika esok paginya dilakukan operasi, bayi yang sebelumnya dinyatakan hidup itu ternyata sudah meninggal di dalam kandungan ibunya. “Sayaa tidak terima dengan kejadian ini. Pihak RSUD Meulaboh harus bertanggung jawab,” tegasnya,Tak tahu
Kabid Pelayanan Medis RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, dr. HM. Furqonsyah, yang ditanyai Serambi sore kemarin menyatakan tak tahu-menahu terhadap persoalan itu, karena ia belum mendapatkan laporan dari petugas di ruang kebidanan. “Saya cek dululah ya,” katanya singkat.
Bahkan saat dikonfirmasi lebih lanjut, dr. HM Furqonsyah tak bisa memberikan komentar lebih banyak, karena ia harus meminta keterangan lebih dulu pada petugas di ruang kebidanan.
Sebelumnya, pada akhir tahun 2008 kasus kematian bayi di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh juga pernah terjadi, menimpa seorang bayi perempuan seberat ,5 kilogram, warga desa Parom, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya. Namun, sampai kini kasus itu telah ditangani Polres Aceh Barat.
KOMENTAR
Kematian yang dialami oleh seorang bayi perempuan yang meninggal dalam rahim ibunya sungguh tragis karena kejadian tersebut bisa dikatakan karena kesalahan dan keteledoran dari pihak Rumah Sakit selama 1 malam dan menunda kelahirannya tanpa alasan dan sebab yang pasti dari pihak rumah sakit.
Rumah Sakit tersebut tidaak bertanggung jawab dan tidak memperhatikan keadaan dan kondisi pasiennya. Hal tersebut sangatlah tidak wajar karena kematian tersebut sangatlah tidak wajar karena tersebut disebabkan keteledoran dari pihak rumah sakit, mungkin saja apabila pihak rumah sakit tanggap dan bertanggung jawab terhadap pasiennya kejadian tersebut tidak akan terjadi dan tidak akan menimpa pada Ny. Nur Hayen (39). Kejadian tersebut sebenarnya bisa saja diatasi atau dicegah oleh pihak rumh sakit misalnya saja dengan tanggap dan peduli terhadap pasien.
2.1 Kasus Kematian Pada Ibu Bersalin
“Saya masih ingat betul. Saat itu saya pakai sarung dan ngebut naik motor. Saat sampai di rumahnya, ibu tersebut sudah meninggal. Dia melahirkan anaknya yang ke-14...,” tutur Jumarti, Kepala Desa Dasan Geria, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, dengan nada menyimpan kepedihan. Ternyata dia malu karena hamil terus-menerus. Malah suaminya juga tidak tahu kalau istrinya sedang hamil,” kata Jumarti. Masyarakat semula masih memercayai dukun untuk membantu proses persalinan. Jika kemudian terjadi kematian, hal itu dianggap sebagai kejadian biasa yang merupakan Kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Suami dan ibu mertua sangat berperanan dalam hal penentuan siapa yang akan membantu proses persalinan. Dukun dinilai lebih berpengalaman puluhan tahun dibandingkan dengan bidan yang usianya memang masih muda. Selain itu, biaya persalinan dengan bantuan dukun juga lebih murah. Menurut seorang dukun, Ibu Sapina (60), yang sudah 30 tahun menjadi dukun persalinan, jika membantu proses persalinan, biasanya ia diberi uang Rp 5.000 dan beras satu-dua kilogram! Sementara kalau ke bidan, biayanya sampai ratusan ribu. Selain itu, bidan pun tidak bisa membantu tradisi “putus pusar” bayi yang baru saja dilahirkan. Kalau lewt bantuan dukun, semua yang berkait dengan tradisi sudah dibereskan oleh sang dukun.
KOMENTAR
Kasus diatas yang menimpa ibu yang melahirkan anak yang ke-14 sangat memilukan karena hal tersebut sampai menyebabkan kematian pada ibu ditambah lagi saat persalinan sang ibu hanya ditolong oleh dukun paraji tanpa ada campur tangan seorang tenaga ahli medis karena menurut pandangan keluarga mereka ditolong oleh dukun paraji harganya lebih murah dibanding ditolong oleh seorang bidan, si ibu pun tidak pernah mau memeriksakan kehamilannya ke posyandu karena malu akan kehamilannya.
Saya pun merasa sedih akan kejadian tersebut karena kejadian tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya mungkin saja keluarga tersebut tidak mempunyai pengetahuan yang luas khususnya dalam hal kesehatan, kematian yang dialami oleh ibu tersebut juga sebenarnya bukan hal yang biasa tapi pendapat di desa tersebut yang menggapai kematian pada ibu yang melahirkan itu biasa sebenarnya harus di rubah atau lebih diberi penjelasan mengenai hal tersebut karena kesehatan dan keselamatan pada ibu saat hamil, melahirkan dan nifas harus benar-benar diperhatikan kasus tersebut bisa menjadi pelajaran berharga dan harus mendapat perhatian lebih dari dinas kesehatan untuk tenaga medis lainnya agar tim medis supaya lebih bisa melakukan pendekatan terhadap warga untuk bisa merubah dan ,memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai kesehatan khususnya kesejahteraan dan keselamatan ibu hamil, melahirkan dan nifas.
2.1 Kasus Seks Pra Nikah
Seks Pra Nikah, Tren Mahasiswa Masa Kini
Pengangkring
Seks bebas sudah menjadi suatu bentuk pergaulan yang lumrah bagi sebagian mahasiswa Yogyakarta. Mereka menganggap seks bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan, meskipun tanpa ikatan pernikahan yang sah. Beberapa hal yang menarik, seks bebas nampak juga tidak berkorelasi positif dengan konsumsi narkoba.
Banyak diantara para mahasiswa yang bermesraan dilanjutkan dengan hubungan seks dengan pasangannya di tempat kost. Hal ini dapat dilakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak pemilik rumah kost, ditambah lagi masyarakat sekitar yang cenderung tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di lingkungan mereka.
Salah seorang mahasiswa sebuah PTS di Jogja bahkan mengaku kalau dia menjadi bagian dari gaya hidup seks pra nikah sejak tahun 2000. Awalnya, dia mengaku hanya ingin mencoba saja dengan pacarnya, tetapi karena merasa ketagihan, dia menjadikan hubungan seks itu sebagai ruitinitas sehari-hari. Dia merasa gelisah dan pusing bila tidak melakukan hubungan intim, hanya hari minggu saja mereka “libur”.
Permintaan untuk bersetubuh (make love/ML) menurutnya datang dari kedua belah pihak. Dan dilakukan dengan cara-cara halu. “Ya.... kalau pacar saya sudah masuk kamar dan tidur di kasur berarti dia ngajak ML. Sebaliknya, kalau sayaa pura-pura setrika terus kegerahan, buka baju, berarti ya kita bakalan ML atas permintaan saya,” ungkapnya.
Aktivitas seks mahasiswa atau mahasiswi ini umumnya tidak diketahui oleh orang tua mereka. Sebaliknya, pemilik rumah kost atau warga sekitar tempat mahasiswa atau mahasiswi bersangkutan melepaskan nafsunya terkesan tutup mata terhadap perilaku tersebut. Karenanya, tidak heran bila pergaulan bebas di sekitar kampus terus berkembang.
Melakukan hubungan badan sebenarnya merupakan hal tidak pantas dilakukan mahasiswa. Selain karena belum wktunya, juga melanggar norma agama. Jika ada yang nekad melakukan itu, bisa berdampak negatif, terutam bagi si wanita.
KOMENTAR
Di zaman modern seperti ini seks bebas sepertinya bukan hal yang aneh dan dikalangan remaja karena mereka bisa melakukan itu sesuka hatinya. Misalnya saja seperti kasus diatas, seorang mahasiswa yang sering melakukan hubungan seksual dan bahkan yang paling parah lagi ia menjadikan seksual bagian dari gaya hidupnya. Aktivitas seks yang mereka lakukan tentunya tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya.
Banyak faktor atau penyebab terjadinya seks pra nikah yang sedang marak dikalangan remaja sekarang ini, misalnya saja pelaku seks kurang atau bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya maka ia melakukan apa saja yang ia mau, atau bisa saja karena ia penasaran atau dipengaruhi oleh teman-temannya untuk melakukan hubungan seksual. Oleh karena itu orang tua harus bisa benar-benar menjaga anak-anaknya terutama apabila mempunyai anak perempuan karena jika seks bebas telah terjadi, sebenarnya yang paling dirugikan adalah perempuan dan akan berdampak negatif bagi si pelaku.
Seks pra nikah mungkin saja dapat dicegah misalnya saja dengan cara memberikan penyuluhan kepada pra remaja mengenai kerugian dan dampak negatif yang akan mereka alami jika mereka melakukan hubungan seks pra nikah.
2.1 Kasus Aborsi
Ketika beberapa hari lalu saya memenuhi undangan pesantren di Banyumas, Jawa Tengah. Untuk mengisi peringatan Maulid Nabi, saya mendapat jawaban mengejutkan atas pertanyaan saya tentang kondisi perempuan setempat. Dalam waktu hampir bersamaan, di kota kecil itu terjadi kasus aborsi. Saya menemui salah satunya, sebut saja Ny. Atik (23) menjalani perawatan di rumah sakit karena aborsi. Ia memiliki tiga anak, ia ibu rumah tangga, kadang-kadang jual makanan, suaminya supir truk antar kota. Dia melakukan aborsi atas tujuan suaminya. Ketika itu usia kandungannya baru satu bulan.
Atas saran temannya dia mendatangi paraji di salah satu desa tempat tinggalnya. Dalam keadaan sadar, Atik merasakan paraji memasukan benda tumpul sejenis tongkat pendek kedalam vaginanya, sakitnya bukan main. Setelah itu terjadi perdarahan, namun setelah dua bulan janin itu belum juga keluar. Klimaksnya perdarahan hebat yang nyaris menghilangkan nyawanya, yang mengharuskan dia dibawa ke rumah sakit dan membutuhkan transfuse darah sampai lima botol. Dalam dialog dengan Atik, tampak sekali ada penyesalan. Untuk membesarkan hatinya, saya katakan tidak ada yang perlu disesali, yang penting pengalaman itu jangan terulang. Atik bukan satu-satunya orang yang melakukan aborsi tidak aman. Jika para dukun itu memiliki catatan rekam medik yang baik layaknya para dokter, saya yakin betul jumlahnya pasti jutaan. Mereka terpaksa melakukan aborsi tidak aman karena tidak ada doktrer yang mau menolong. Para dokter takut didera hukuman pidana atau dianggap melakukan tindakan kriminal yakni pembunuhan janin. Merek diam-diam melakukannya sendiri atau mendatangi dukun. Hal ini antara lain karena stigma masyarakat terhadap pelaku aborsi yaitu dianggap tidak bermoral, bayi yang dikandungnya merupakan hasil hubungan gelap atau hubungan di luar nikah. Padahal kenyataannya tidak semua kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan hasil hubungan di luar nikah. Banyak melakukan aborsi karena kegagalan alat kontrasepsi, kondisi kesehatan, kemiskinan, jarak yang terlalu dekat antara anak sebelumnya, karena perkosaan dan sebagainya. Menurut penelitian di Surabaya, tiap hari ada rata-rata seratus kasus aborsi, Pelakunya 60 persen ibu rumah tangga, dan 40 persen anak remaja atau ABG
(Republika, 24 Oktober 2000). Sementara menurut Dr. Azrul, saat ini angka aborsi di Indonesia adalah 2,3 juta per tahun (Kompas, 26 Agustus 2000).
WHO meperkirakan per tahun terjadi sekitar 750.000 sampai 1,5 juta kasus aborsi sepontan maupun yang tidak spontan. Pertanyaan, kenapa orang mau melakukan aborsi ? Aborsi dilakukan karena mereka mengalami kehamilan, tetapi tidak menghendaki kehamilannya dilanjutkan dengan alasan tertentu. Mereka yang ingin menggugurkan kandungannya secara sengaja cenderung melakukan secara tradisional. Bila tidak berhasil, baru mencari pertolongan dukun maupun medis secara sembunyi-sembunyi. Praktik inilah yang sering sekali melakukan aborsi tidak aman. Bahkan cara kerja dukun aborsi itu ada juga yang menggunakan bantuan makhluk halus dengan peralatan berupa kemenyan (Atas Herdani, Hasil penelitian, 2000). Akibat aborsi tidak aman ini biasanya berupa komplikasi abortus termasuk pendarahan hebat yang dapat berakhir dengan kematin.
KOMENTAR
Berdasarkan kasus aborsi tidak aman tersebut memang sangat mengancam keselamatan bagi sang ibu. Msayarakat juga sering berpendapat bahwa dampak aborsi tidak aman apapun bentuknya, yang paling menderita adalah perempuan, menjadi korban dari fungsi reproduksi yang tidak terencana, secara psikis yang menerima beban moral berupa dihantui rasa berdosa, ketakutan, penyesalan dan sebagainya juga perempuan.begitu juga secara sosial perlawanan aborsi terkadang harus menerima hukuman berupa kehidupan yang terisolir dari komunitasnya. Pandangan yang dinilai masyarakat tersebut sebenarnya bisa saja berawal dari persoalan gender, sosok laki-laki sering tidak nampak dalam persoalan ini, pandangan tersebut sangat tidak adil karena dalam proses kehamilan partisipasi laki-laki sama dengan perempuan. Walaupun secara fisik memang perempuan yang hamil, perempuan juga yang minta di aborsi. Namun yang harus bertanggung jawab adalah perempuan dan laki-laki tidak bisa hanya dibebankan kepada perempuan saja. Pandangan hukum positif maupun agama tidak ada alasan maupun tempat yang dibenarkan bagi orang yang melakukan aborsi.
Tindak aborsi yang dialami Ny. Atik (23) sangatlah tidak benar dan sangat membahayakan nyawanya karena keputusannya untuk melakukan aaborsi, Ny. Atik (23) nyaris kehilangan nyawanya dan bisa dikatakan bahwa suami Ny. Atik (23) tidak bertanggung jawab karena sebagai kepala rumah tangga di tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan yang telah ia lakukan.
2.1 Kasus Kebidanan Komunitas di Masyarakat
2.6.1 Kasus BBLR
Disebuah desa ada seorang bayi yang baru beberapa hari lahir dengan berat badan 2,1 kg, bayi tersebut lahir dari seorang ibu sebut saja Ny. X, ibu tersebut sewaktu hamilnya mengalami anemia karena latar belakang keluarga hanya dari keluarga yang sangat sederhana. Suaminya seorang pesuruh di kantor kecamatan dan itupun belum diangkat sebagai PNS, oleh karena itu selama Ny. X mengandung dia makan seadanya tanpa memikirkan kandungan yang terdapat dalam makana yang di konsusmsinya. Selama kehamilannya Ny. X jarang memeriksakan kehamilannya dan dia tidak suka bahkan tablet Fe yang diberikan kepadanya tidak diminum karena ia suka merasa mual jika telah mengkonsumi tablet tersebut. Sampai pada suatu hari tepatnya hari senin tanggal 30 Maret yang lalu Ny. X merasa mulas dan akhirnya dia melahirkan dirumahnya seorang bayi perempuan dan Ny. X saat persalinannya hanya di tolong oleh seorang paraji diapun melahirkan di rumahnya sendiri. Sekarang bayi tersebut sudah berusia 2 minggu dengan berat badan 2,6 kg, Ny. X pun pada saat persalinan untunglah tidak mengalami perdarahan ataupun komplikasi lainnya saat persalinan. Ny. X merasa sangat bahagia atas kelahiran anaknya yang kedua meskipun hidup mereka sangat sederhana tetapi Ny. X berharap bayinya yang baru lahir dapat hidup sehat dan menjadi anak soleh.
2.6.1 Kasus Gizi Ibu Hamil Resiko Tinggi
Di dekat wilayah tempat tinggalku ada sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan ke-6 anaknya. Sang kepala keluarga atau bapaknya hanya seorang pedagang kakai lima yang penghasilannya tidak tetap dan tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Si ibu pun hanya seorang ibu rumah tangga yang hanya kegiatan sehari-harinya mengurusi anak, ibu tersebut sudah berusia 47 tahun dan dia tidak menggunakan alat kontrasepsi, tanpa disangka dan diduga ibu tersebut hamil kembali dan ia hamil anak ke-7, pada saat awal kehamilannya si bapak tidak menerima atas kehamilannya, sang bapak bisa memenerima kehamilan istrinya. Sekarang usia kehamilan si ibu yaitu ± antara 5 – 6 bulan atau 20 – 35 minggu.
Sebenarnya sang ibu sempat bercerita sempat bahwa ia juga merasa malu atas kehamilannya karena ia sudah merasa tua dan sudah mempunya banyak anak tapi ia menyadari kalau dia tidak menerima kahamilannya siapa lagi yang akan bertanggung jawab atas kehamilannya kalau bukan dirinya sendiri dan suaminya. Sang ibu pun merasa sangat takut jika pada saat melahirkan dia tidak mampu lagi mengedan dan terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya ataupun janin yang dikandungnya.
2.6.1 Kasus Gizi Kurang
Di sebuah desa di sekitar tempat tinggalku terdapat sebuah keluarga yang kehidupannya sangat memprihatinkan dari segi ekonominya, kepala keluarganya hanya seorang buruh serabutan yang penghasilannya tidak tetap dan tidak dapat diandalkan karena dia bekerja apabila ada orang yang menyuruhnya dan itupun pemberian upahya tidak seberapa sehingga kebutuhan keluarganya tidak dapat dipenuhi. Sampai pada suatu saat istrinya atau katakan saja Ny. X hamil dan melahirkan seorang bayi dengan berat 2.000 gram, setelah beberapa bulan bayi hidup keadaannya sangat menyedihkan karena berat badannya kurang dari seharusnya bayi tersebut pun sering sakit-sakitan tetapi ketika bayi tersebut sakit hampir tidak pernah di bawa ke dokter atau puskesmas karena kedua orang tuanya tidak mempunyai biaya untuk berobat karena untuk makan sehari-harinya pun sangat pas-pasan.
Sang ibu merasa derita yang dialami oleh buah hatinya begitu sangat berat, sang ibu pun merasakan kesedihan yang tiada akhirnya dan ia merasa tidak bisa memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Tapi untunglah sampai saat ini bayi tersebut masih bertahan hidup dan keadaannya pun sedikit demi sedikit membaik karena kedua orang tuanya mencari cara agar anaknya dapat hidup dengan normal dan kebutuhan gizinya terpenuhi, dan sampai saat ini anak itu atau bayi tersebut sudah berusia 19 bulan atau 1 tahun lebih 7 bulan dengan berat badan 8,8 kg.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seks pra nikah sering dilakukan oleh para remaja dan kebanyakan hal tersebut dilakukan oleh para mahasiswa, mereka melakukan hal tersebut dengan pasangannya atau pacarnya. Karena mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi sehingga kehamilan dini (KTD) terjadi karena kebelum siapannya itu akhirnya mereka melakukan aborsi tidak hanya terjadi dikalangan remaja saja tetapi aborsi juga sering dilakukan oleh pasangan suami istri. Mereka melakukan hal tersebut karena merasa malu mempunyai banyak anak. Kekurangan gizi pada saat hamil dapat berdampak negatif terhadap bayi yang dikandungnya sehingga pada saat bayi lahir mengalami kurang gizi, kurang gizi yang diderita oleh ibu hamil juga bisa mengakibatkan berat badan lahir rendah (BBLR) dan yang paling parah bisa menyebakan kematian.
3.1 Saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan kiranya penulis bisa menyampaikan beberapa saran diantaranya :
- Kepada tenaga kesehatan harus lebih tanggap terhadap pasien.
- Kepada ibu agar lebih meperhatikan makanan yang dikonsumsi selama hamil agar bayi tetap sehat
- Tenaga kesehatan memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi terhadap remaja.
- Lebih mempelajari lagi kasus-kasus yang sering ditemukan di bidan komunitas.








0 komentar: on "Kumpulan Kursus Kebidanan Komunitas"
Posting Komentar